Senin, 17 Mei 2010

SBY akan diserang waktu HUT RI


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ternyata menjadi target utama penyerangan para teroris, yang akan dilakukan bertepatan dengan perayaan HUT RI, 17 Agustus 2010. Hal itu diketahui dari hasil penggerebekan teroris di Cikampek dan Bekasi. Motifnya adalah untuk menyerang Presiden SBY.

"Nanti pada 17 Agustus 2010. Diketahui akan melakukan penyerangan dan pembunuhan pejabat negara yang sedang upacara 17 Agustus," kata Kapolri, Jenderal Bambang Hendarso Danuri (BHD) di Mabes Polri, Jln. Trunojoyo Jakarta Selatan, Jumat (14/5).

Menurut BHD, sejumlah pejabat dan tamu negara yang hadir pada perayaan tersebut akan dijadikan target pembunuhan. Caranya, dengan melakukan penembakan jarak jauh. "Suhardi alias Usman alias Rusiken Nur ditugaskan mengambil senjata 21 pucuk, termasuk launcher penembakan jarak jauh untuk upacara 17 Agustus," tambahnya.

Dengan membunuh semua pejabat negara, lanjut BHD, para teroris tersebut bisa segera melengserkan pemerintahan. "Dengan semua pejabat negara tidak ada lagi, maka pemerintahan mereka bisa dideklarasikan pada saat itu juga," katanya.

Berbeda dengan Kapolri, pengamat teroris Mardigu justru menengarai, keberadaan teroris yang digerebek di Cawang, Cikampek serta Sukoharjo, Solo, terkait rencana kedatangan Presiden Amerika Serikat (AS), Barack Obama ke Indonesia pada pertengahan Juni 2010.

Kedatangan Obama ke Indonesia dianggap para teroris sebagai musuh bersama. "Obama hadir sebagai tagut, musuh bersama. Urusan nanti apakah dijalanin (rencana penyerangan) atau tidak, itu urusan nanti. Kalau mereka merencanakan untuk Obama, pasti," tegas Mardigu.

Dia menjelaskan, digerebeknya teroris di Cawang dan Cikampek, dan terakhir di Sukoharjo, Solo, Jawa Tengah, akan diikuti oleh penggerebekan-penggerebekan lain oleh Densus 88. Karena menurutnya, dalam penggerebekan awal, pasti akan didapat informasi-informasi selanjutnya.

"Secara teknis, bahwa setiap penangkapan selalu ada data-data yang diperoleh dari penangkapan sebelumnya. Kemungkinan beberapa hari lagi ada lagi," imbuhnya.

Pilih mati

Kapolri BHD menambahkan, anggota teroris lebih memilih mati dibandingkan tertangkap hidup-hidup oleh Densus 88. Bahkan ada yang kesal jika Densus 88 membiarkan mereka hidup. "Mereka punya prinsip mati daripada tertangkap," ujarnya.

Dalam penggerebekan beberapa bulan terakhir, Densus 88 berhasil menangkap 58 tersangka teroris. Bahkan 13 di antaranya terpaksa ditembak hingga tewas.

BHD menceritakan, pernah ada salah seorang tersangka teroris perempuan yang berhasil ditangkap. Namun perempuan tersebut justru marah-marah, karena dia dibiarkan hidup.

Menurut BHD, anggota Densus 88 di lapangan pasti sudah mengetahui segala kondisi yang bakal terjadi. Densus pun tidak mau kejadian tewasnya 3 anggota Brimob di Aceh terulang kembali.

Terkait dana, BHD memaparkan, Mabes Polri menyita dana aksi terorisme di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Rp 1 miliar. Aliran dana itu tidak ada yang berasal dari luar negeri. "Dana Rp 1 miliar tidak ada dari luar," katanya.

Kapolri mengatakan, dana tersebut antara lain dari Abdul Haris Rp 400 juta, Haryadi Usman Rp 100 juta, dr. Syarif Usman Rp 200 juta. "Sisanya dari almarhum Maulana yang terdiri dari uang ringgit, dolar, dan rupiah," ujarnya.

Buru Abdullah Sonata

Saat ini, tambah BHD, Polri memburu Abdullah Sonata. Dia ditetapkan sebagai buronan paling dicari dalam kegiatan terorisme di Indonesia, menyusul tewasnya gembong teroris Noordin M. Top dan Dulmatin. "Abdullah Sonata ini jadi atensi, karena dia militan dan telah jadi DPO dan harus segera dilakukan pengejaran," katanya.

Abdullah Sonata merupakan salah seorang pimpinan kegiatan aksi teror di Aceh, selain Dulmatin. "Dia anggota organisasi Kompak, pimpinan jihad di Ambon. Dia pernah divonis keluar dan memimpin kembali," ujarnya.

Sebelumnya pada 1 Mei 2006, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, menjatuhkan vonis 7 tahun penjara kepada Abdullah Sonata. Sonata dinyatakan terbukti menyimpan senjata api dan menyembunyikan informasi soal keberadaan gembong teroris Noordin M. Top.

Sonata dinyatakan hakim secara melawan hukum telah memasukkan ke Indonesia, membawa, menerima, dan menyimpan senjata api, amunisi, serta bahan-bahan lainnya yang berbahaya dengan maksud melakukan tindak pidana terorisme.

Polri bebaskan 11 orang

Sementara itu, dari 16 orang yang ditangkap, Mabes Polri hanya bisa membuktikan 3 orang tersangka terkait terorisme. Sebelas orang dibebaskan sejak pukul 24.00 WIB, Kamis (13/5) malam. "Sebelas orang dibebaskan sejak tadi malam. Tiga ditetapkan sebagai tersangka," kata salah seorang pengacara dari Tim Pembela Muslim (TPM), Ahmad Michdan.

Identitas 3 orang yang ditetapkan sebagai tersangka adalah dr. Haris, Haryadi, dan Syarif. Ketiganya kini masih ditahan di Mabes Polri. Selain itu, masih ada 2 orang yang sedang menjalani pemeriksaan. "Namanya Muchsin dan Munasiqin masih diproses hingga Senin nanti," tambahnya.

Ke-16 orang tersebut ditangkap di beberapa wilayah di Jakarta dan Bekasi. Tujuh di antaranya dibekuk di kontrakan di Pejaten, Jakarta Selatan.

Secara terpisah, pengamat teroris Dino Cresbon menilai, selama ini pergerakan para teroris di Indonesia didukung oleh 9 ormas yang secara terang-terangan mendukung pergerakan para teroris tersebut. Kesembilan ormas tersebut mendukung penuh atas pergerakan teroris yang tertangkap mulai dari Aceh, Pejaten, Cikampek, Cawang hingga yang baru saja yang tertangkap di Sukoharjo, Jawa Tengah.
sumber:www.klik-galamedia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar